Aku,aku hanya bisa berdiam diri duduk di kursi roda sementara orang tua ku membanting tulang mencari sesuap nasi ,cacat yang aku derita membuat ku tak bisa melakukan apa-apa dan menjadikanku orang yang tidak berguna yang hanya menjadi beban bagi semua orang di sekitarku. kejadian ini terjadi tiga tahun lalu, saat itu, hari dimana aku ingin mendaftar ke sebuah sekolah menengah atas. Ketika itu juga, saat aku berjalan tiba-tiba dari depan melaju sebuah sepeda motor bagaikan kilat yang datang menyambar,dan membuatku tak sadarkan diri selama 10 hari, dan ketika aku terbangun kesedihan pun tak dapat kubendung lagi ketika mengetahui kakiku yang tak dapat ku gerakkan lagi alias lumpuh, saat itu semua harapan hidupku telah hancur di renggut oleh orang yang telah menabrakku,orang tak bertanggung jawab dan orang yang kini sangatku benci . Aku sebagai harapan orang tua ku yang selalu di banggakan dan di percaya akan mengubah kehidupan orang tua ku untuk menjadi lebih baik, justru menjadi benalu di keluargaku. semenjak kejadian itu, aku selalu menangis dalam kegelapan merenungi nasib malangku ini, melihat kedua orang tuaku yang selau sedih dan mengkhawatirkan keadaanku, membuatku semakin jatuh kedalam keterpurukan, dan hanya bisa berdiam diri. sampai detik ini pun aku masih tetap dalam ketepurukan.
Pada suatu hari, ketika aku duduk seperti biasa di depan jendela kamarku,akupun melihat ada dua kakak beradik, yang sedang memulung kaleng dan plastik bekas di dekat rumah ku. hati ku pun tersentuh melihat sang adik yang sedang memanduh kakaknya yang buta, untuk mencari barang-barang bekas agar dapat menghidupi diri mereka sendiri. Namun dalam hati kecil ku bertanya-tanya”sebenarnya kemana orang tua meraka?,dan kenapa mereka di biarkan menjadi pemulung padahal si kakak cacat ?” karena rasa penasaranku,akupun memanggil mereka dan bertanya kepada mereka.
“De...de... bisa kesini sebentar,ada yang kakak mau tanya!’
“ia kak,ada apa yah....”jawabnya sambil menghampiriku
“kakak mau nanya,sebenarnya orang tua kalian kemana, dan mengapa dia mengizinkan kalian menjadi pemulung padahal kakakmu ini cacat dan kamu masih terlalu kecil? tanyaku dengan penuh penasaran.
“sebenarnya...orang tua kami telah meninggal kak,mereka meninggal satu tahun lalu dalam sebuah kecelakaan bis,dan mau tidak mau kami harus bekerja untuk dapat bertahan hidup”jawab anak itu sambil senyum tanpa sedikit raut wajah yang mengatakan bahwa ia terpuruk dalam masalah itu.
Mendengar cerita itu, hatiku merasa kasihan kepada mereka namun ketika aku melihat ketegaran dan usaha yang mereka lakukan untuk bertahan hidup dalam penderitaan, aku merasa bahwa diriku lebih menyedihkan dari pada mereka, mereka dapat segera bangkit dan tersenyum walaupun masalah yang begitu besar sedang menerpa mereka, sedangkan aku masih tak dapat bangkit dari keterpurukanku padahal aku masih mempunyai kedua orang tua yang menyayangiku dan selalu berada di sisiku ,anak itu menyadarkanku bahwa aku bukan satu-satunya orang yang menderita tapi didunia ini masih banyak yang lebih menderita dari pada aku , aku tersadar bahwa selama ini aku tidak pernah mencoba untuk bangkit dari keterpurukanku, dan mulai saat itu aku berjanji bahwa mulai hari ini aku akan bangkit dan tidak akan menyia-nyiakan kehidupanku lagi. Mulai hari itu juga, aku mencoba untuk menata kembali hidupku dan menjalani hidup ini dengan ceria. Aku pun mencoba melakukan hal-hal berguna dalam hidup ku, mulai dari blajar berjalan menggunakan tongkat agar aku dapat melakukan aktivitas sehari-hari ku tanpa bantuan dari kedua orang tua ku, setelah beberapa bulan berlatih berjalan menggunakan tongkat akhirnya aku berhasil dan dapat melakukan aktivitas sehari hari ku sendiri. Pada saat itu hatiku sangat senang,dan berpikir bahwa dulu aku sangatlah bodoh, andaikan saja dulu aku tidak berputus asa dan mencoba bangkit lebih awal pasti sudah lama aku dapat melakukan aktivitas tanpa menjadi beban bagi orang tuaku.
Pada suatu malam, ketika itu aku membulatkan tekad untuk membicarakan pemikiranku pada orang tuaku.
“ayah,ibu... kalian sudah melihat perkembanganku, sekarang aku sudah bisa berjalan lagi meskipun memakai tongkat, dan sekarang aku ingin meminta izin agar aku bisa berkerja, aku ingin melamar di sebuah salon kecantikan. Ibu, ayah mohon izinkan aku”
“nak...apa kamu yakin dengan keputusanmu?, dan ibu tahu kau ingin bangkit dan lebih maju, tapi dengan keadaanmu yang seperti ini...”
“ibu aku sudah yakin dengan keputusanku, ibukan tahu dari dulu aku memang tertarik menjadi penata rias. Ibu..ayah.. aku tahu kalian khawatir jika aku akan gagal dan nantinya kecewa. tetapi, kalian tenanglah karna aku akan berusaha keras,dan pantang menyerah kan yang cacat bukan tanganku” jawabku sambil tersenyum seperti anak yang pernah kutemui dulu, anak yang telah menyadarkanku dari keterpurukanku.
Walaupun pada awalnya orang tuaku tidak menyetujui keputusanku, tapi akhirnya setelah kuberi penjelasan orang tua ku pun menyetujui keputusan ku,mungkin karna melihat ku yang begitu bersungguh-sungguh. Memang ini pertama kalinya aku mempunyai tekad yang begitu kuat dan harapan hidup semenjak kecelakaan itu,aku merasa sangat yakin bahwa menjadi penata rias adalah takdirku yang bisa mengubah hidup ku dan dapat membantu orang tuaku. Pada hari pertama aku melamar pekerjaan di beberapa tempat, namun tidak ada satu pun yang menerima ku dengan alasan yang sama yaitu karna aku tak mempunyai pengalaman dan mungkin karna kaki yang lumpuh, tetapi aku terus menyemangati diriku dan mencoba lagi keesokan harinya namun hasilnya sama saja, hingga beberapa hari aku mencoba dan terus mencoba tapi tak ada hasilnya sehingga aku pun mulai berputus asa dan berpikir bahwa yang aku lakukan ini percuma karna tak akan mungkin ada orang bodoh yang mau menerimaku dengan keadaan seperti ini selain itu aku hanya bermodalkan tekad dan rasa ketertarikanku pada dunia tata rias saja.
Walaupun aku tidak lagi mencoba melamar pekerjaan tetapi minatku menjadi penata rias profesional tidak berubah, aku menyadari bahwa menjadi seorang penata rias harus mempunyai keterampilan bukan hanya ketertarikan. Jadi, aku memutuskan untuk mengikuti kursus penata rias sebelum aku menjadi penata rias profesional. Hari demi hari pun ku lalui di tempat kursus, mencoba tetap bertahan dan selalu bersabar walaupun terkadang aku merasa tak sanggup mendengar ejekan dan ocehan dari teman-teman kursus yang memandangku sebelah mata. Aku dapat tetap bertahan semua demi membahagiakan orang tuaku dan untuk mewujudkan impianku karna ku tahu semua butuh perjuangan. Setelah mengikuti kursus beberapa minggu aku mulai mendapat kan seorang teman yang sanggat mengerti aku dan selalu membelaku jika aku di ejek, Dan memiliki beberapa hobi yang sama dengan ku, yaitu kami suka menulis di saat waktu renggang. dia bernama reva. ia sangat baik dan periang ,setiap hari aku selalu bersamanya karna memang Cuma dia satu-satunya orang yang mau berteman denganku. Suatu hari ketika kami pulang bersama dari tempat kursus aku menanyakan alasan dia mengikuti kursus kecantikan,dan iapun berkata” aku mengikuti kursus ini karna keinginan orangtua ku yang ingin sekali melihatku menjadi penata rias profesional, tapi sebenarnya aku lebih menyukai menjadi seorang penulis novel,dan bagaimana dengan mu,apakah kamu memang menyukai tata rias, kamukan juga suka menulis sepertiku?” aku pun mengatakan bahwa aku memang suka menulis cerita tapi itu hanya iseng aja sebagai pengisi waktu senggang sedangkan tujuanku sebenarnya adalah menjadi seorang penata rias. Setelah itu iya pun bersikeras ingin melihat cerita-cerita yang aku buat, dan tak di sangka ia sangat tertarik dengan ceritaku dan mengajakku mengikuti kompetisi menulis cerpen yang akan diadakan dua bulan lagi karena ia pikir aku lebih berbakat menjadi seorang penulis, namun aku masih belum kepikiran menjadi penulis.
Tidak lama kemudian, saya dan reva mengikuti ujian di tempat kursus yang menentukan layak tidak seseorang menjadi penata rias, dan yang lulus akan dipromosikan untuk memperoleh pekerjaan dan mendapat pelatihan selama sebulan di luar kota, saat itu aku sangat semangat dan mengerahkan semua kemampuanku agar aku dapat lulus dan segera mendapat pekerjaan yang kuimpi-impikan, namun tidak bagi reva ia terlihat tidak semangat dan tidak bersungguh-sungguh, mungkin karena ia memang tidak berharap akan lulus karna apabila dia lulus dia tidak akan bisa mengikuti kompetisi menulis cerpen yang sebentar lagi akan di adakan. Pada hari pengumuman ,saya pun sangat berharap agar dapat lulus namun hasil pengumuman berkata lain aku dinyatakan tidak lulus, melihat namaku berada diurutan paling bawah membuat hatiku sangat sedih dan kecewa tetapi ketika aku melihat urutan pertama adalah temanku sendiri yaitu reva aku lebih kecewa dan sedih, ternyata melihat seorang teman sukses jauh dari kita lebih menyakitkan dari pada kegagalan. Aku pun tidak mengerti mengapa melihatnya lulus dari ujian ini membuatku marah padanya, aku merasa bahwa ia yang terpaksa mengikuti kursus karna orangtuanya dan tak begitu menginginkan menjadi penata rias tak pantas untuk lulus, selain itu aku sangat heran kenapa ia bisa lolos padahal ia tak pernah besungguh-sungguh, apa karna ia memang punya bakat alami?. Memikirkan semua itu hanya membuat ku lebih kacau dan iri kepadanya, sehinga dalam beberapa hari pun aku menjauh darinya, walaupun ia terus mencoba menjelaskan padaku walau sebenarnya gak ada yang perlu dijelaskan. Dalam beberapa hari itu pun aku termenung dan menyadari bahwa aku tidak seharusnya membencinya karna kemenangannya karna aku tau itu bukan keinginannya,itu terjadi karena memang bakat alami yang ia punyai hanya saja ia tak menyadarinya dan seharusnya sebagai teman aku harus bahagia melihatnya sukses.
Sehari sebelum ia berangkat untuk pelatihan keluar kota, aku pergi mengunjunginya dan meminta maaf tentang semuanya kepadanya.
“reva sebenarnya kedatanganku kesini ingin minta maaf kepadamu,aku sadar bahwa aku tidak seharusnya membencimu”
“seharusnya akulah yang meminta maaf, sugguh... semua ini bukan keinginanku,aku juga heran mengapa aku bisa lulus. Aku bersedia kok... kalau kau mau menggantikanku” kata reva dengan serius
“kamu tidak perlu melakukan itu, aku sadar bahwa aku memang gak pantas dan yang pantas itu adalah kamu, rev...kamu itu berbakat menjadi penata rias dan aku ingin kau lebih serius menekuni dunia penata rias,bukan karna paksaan tapi karna dirimu sendiri”
‘tapi... kenapa kamu jadi begini, apa kamu berputus asa menjadi seorang penata rias?, dengarlah kawan ku aku gak mau hanya karna masalah ini hubungan persahabatan kita rusak”jawab reva dengan rasa penyesalan
“siapa bilang persahabatan kita rusak, kamu itu akan selalu menjadi sahabatku dan aku merasa bodoh sekali apabila membencimu hanya karena ini. Aku bukannya putus asa, tetapi aku sadar bahwa semua yang kita inginkan tidak selalu dapat kita gapai dan aku memutuskan ingin mengikuti kompetisi penulis, kan kamu pernah bilang bahwa aku berbakat menjadi penulis daripada panata rias. Siapa tau aja aku bisa menang dan menjadi penulis profesional”
“jadi, kamu ingin jadi penulis dan aku penatarias. Kok bisa tertukar yah... yang pengen jadi penulis itukan aku sedangkan kamu ingin menjadi penata rias. He..he kalau di pikir-pikir ini aneh yah”jawabnya dengan senyum
Saat itu juga, kami kembali akrab seperti dulu dan membuat kesepakaatan bahwa kami akan bersungguh-sungguh untuk menekuni bidang kami masing-masing. Hingga ketika tiba waktunya kompetisi cerpen, akupun mengikutinya dan tidak di sangka aku menjadi pemenang dan saat itu aku sangat bahagia, terlebih lagi ketika aku ditawarkan oleh sebuah perusahaan menjadi penulis novel di perusahaannya karna ia percaya dengan kemampuanku, tanpa pikir panjang aku langsung menerima penawaran itu. Akhirnya aku bisa menjadi orang yang berguna walau dengan keterbatasanku, aku sadar semua ini telah di rencanakan oleh tuhan untukku, dibalik cobaan dan kegagalan yang di berikan padaku telah tersimpan nikmat yang begitu indah. Aku yang sempat terpuruk selama tiga tahun karna cacat, yang selalu berpikir bahwa aku hanyalah benalu dikeluargaku, kini bisa menjadi sukses dan membahagiakan orangtuaku .<a href="cerpen"></a><blockquote></blockquote><blockquote></blockquote>
KENANGAN YANG TERKENANG
Sahabat
sejati adalah teman yang selalu ada bersamamu dalam duka maupun suka tempat
berbagi cerita, senyum, dan derita. Persahabatan sejati akan selalu ada dan
terkenang dalam hati, tidak peduli ada waktu dan jarak yang memisahkan, ya…
kata-kata itu lah yang selalu terngiang dalampikiran aryani, seorang mahasiswa
kedokteran dalam memaknai sebuah kata sahabat. Setiap kali ia mendengar kata
sahabat ia selalu teringat tiga sahabat masa smp nya, wiwit, Dila, dan Ana.
Sahabat yang tak pernah mungkin bias ia lupakan.
Aryani,
Wiwit, Ana, dan Dila telah berteman
sejak duduk di bangku sd, seiring bergulirnya waktu pertemanan mereka berubah
menjadi sahabat. Keempat sahabat ini mempunyai kepribadian unik masing-masing,
wiwit adalah pribadi yang sangat serius juga paling saleha di antara mereka
berempat sehingga tidak jarang ia di panggil bu ustajah karna hobi
menceramainya yang juga terkadang lebay, di lain sisi ada Ana yang di juluki si
pengumpul informasi, di antara mereka berempat Analah yang selalu up date,
setiap ada issue baru ia pasti berusaha
untuk mengetahuinya atau yang biasa di kenal dengan istilah kepo. Sedangkan
Dilla adalah sosok yang cuek da juga apa adanya, semua tanggapan orang
mengenainya tak ia pedulikan bahkan saran dari ketiga sahabatnya sekali pun, Dila memang orang yang
sangat tidak mempedulikan penampilan alias rembess, maka dari itu tidak heran jika
ia sering di pangggil si rembes. Dan Aryani sendiri adalah sosok yang penyabar,
kalem, ceria dan juga menyukai kartun.
Perbedaaan
di antara mereka tidak menjadi penghalang bagi mereka justru menjadi cerita
sendiri bagi persahabatan mereka, setiap mereka bersama selalu ada saja yang di
bicarakan dan di ributkan mulai dari segi politik, ekonomi, social sampai
masalah sepele pun bisa jadi topic pembicaraan mereka terlebih-lebih lagi
Aryani dan Dila mereka sangat suka memberikan kritik-kritik , jika mereka sudah
memberi kritik maka tidak ada bedanya lagi mereka dengan seorang kritikus ulung
yang muncul di tv-tv. Berbeda dengan Aryani dan Dila, Wiwit dan Ana justru
terlihat kompak saat ulangan, sama-sama kompak menutupijawaban masing-masing,
mereka memang sahabat tapi tidak untuk nilai, saat ulangan atau ada tugas
individu mereka seperti tak punya belas kasih meskipun kepada sahabat sendiri,
ya… memang Wiwit dan Ana adalah rival, mereka saling bersaing untuk menjadi
juara kelas dan juara kelas pun selalu
di pegang secara berganti-gantian oleh mereka berdua. Sedang kan Aryani danDila
hanya bias menyaksikan dari belakang panggung persaingan pelik mereka. Tetapi
ini semua tidak menjadi alasan penghambat persahabatan mereka melainkan hanya
suatu hal yang membuat Aryani dan Dila ketawa geli jika mengingat ekspresi
kedua sahabatnya.
Di
samping perbedaan, keempat sahabat ini juga mempunyai banyak ke samaan yaitu
sama-sama gak suka olahraga, gak punya bakat seni terutama nyanyi,gak suka
menonjol atau jadi pusat perhatian, kecuali dalam hal-hal pelajaran. Dalam
pelajaran mereka punya unggulan sendiri , misalnya saja Dila yang ungggul dalam
b.inggris dan tik, Wiwit ungggul dalan ilmu social dan agama, Aryani unggul
dalam ungggul dalam sains dan Ana yang terobsesi menjadi juara kelas ,tentu
saja menyapu bersih semua mata
pelajaran. Mereka berempat memang bukanlah anak-anak yang popular atau
anak-anak yang aktif dalam suatu kegiatan.di sekolah mereka. tapi dalam hal pelajaran mereka gak boleh di
pandang sebelah mata , mereka berempat pernah di tunjuk untuk mewakili
sekolahnya dalam sebuah olimpiade sesuai bidang keahlian masing-masing walaupun
pada akhirnya tidak mendapat juara , setidaknya ini membuktikan kalau mereka
juga punya kemampuan.
Selain
mempunyai kesamaan minat dalam hal akademik mereka juga punya pandangan yang
sama mengenai hubungan yang telah menjadi trend atau budaya anak remaja masa
kini yaitu pacaran, bagi mereka hubungan itu tidak ada gunanya dan hanya dapat
merusak persahabatan mereka , hal ini sering terjadi pada teman satu kelas mereka.
Prinsip inilah yang menjadi salah satu alasan mereka sejak dulu sampai
sekarang hanya berempat, mereka tidak
mau persahabatan mereka rusak hanya oleh
seorang sahabat baru yang tidak seprinsip dengan mereka . mereka sangat
menjaga persahabatan dan mementingkan persahabatan di atas segala- galanya.
Hari-hari
mereka lalui bersama dengan canda tawa dan keceriaan, tanpa di rasa
detik-detik ujian nasional pun semakin
dekat, di samping sibuk menyiapkan persiapan ujian nasional , mereka pun sibuk dengan rencana-rencana
selepas lulus smp. Mereka memutuskan akan melanjutkan ke sma yang sama, semua
rencana- rencan selepas sma sudah mereka susun dengan baik, tiap aklo mereka
memikirkan hari kelulusan, mereka selalu tidak sabaran menunggu hari dimana
mereka memakai seragam sma , berjalan bersama sebagai siswa sma dan bukanlah
anak smp lagi. Mereka telah mengikuti ujian nasional dan hal yang bisa mereka
lakukan hanya lah menunggu hari pengumuman kelulusan yang akan di umumkan
sebulan setelah ujian nasional, selagi menunggu pengumuman kelulusan mereka
mempunyai rencana masing-masing untuk berlibur kecuali Wiwit yang memilih tetap
di rumah.
Selama di
tempat liburan mereka tidak pernah berhubungan satu sama lain hingga pada minggu ketiga mereka mendapat kabar
buruk yang mengakibatkan mereka semua pulang, kabar buruk itu datang dari
Wiwit, ia di vonis kanker oleh dokter sehingga ia harus di rawat di rumah
sakit, mendengar berita itu tentu saja membuat ketiga temannya syok dan tidak
percaya, Wiwit yang selama ini terlihat sehat-sehat aja gak mungkin di vonis
kanker.lagipula kalau ia punya keluhan pastilah mereka menjadi salahsatu orang
pertama yang mengetahui nya, begitulah pikir Aryani dan kedua sahabatnya namun
berita itu benar adanya Wiwit adalah
anak yang kuat, selama ini ia menyimpan rasa sakitnya sendiri baru lah ketika selesai ujian nasional ia
memeriksakan keadaannya ke dokter. Dan akhirnya mereka pun datang menjenguk
Wiwit yang telah kembali dari rumah sakit.
Ana : Wit…. Maafin kami yah (sambil
menhan air mata)
Dila,
Aryani : ia.. wit maafi kami yah..
(dengan nada penuh penyesalan)
Wiwit : apaan sih kalian kok minta maaf
(dengan nada lemah)
Aryani : ia.. soalnya kami gak ada di saat
kamu sedang sakit seperti ini (memeluk wiwit)
Ana :Wit… itu pasti rasanya gak enak
yah.
Dila : apaan sih kamu Ana, kok nanya
gitu namanya sakit gak mungkin enak lah..
Wiwit : udah.. aku gak papa kok, datangnya
kalian hari ini sudah mengurangi rasa sakitku (senyum tipis)
Ana,Dila,Aryani:
cepat sembuh ya wit…
Ana : ia sebentar lagi pengumuman
loh.. kamu harus liat nilai yang mana tertinggi di antara kita (dengan nada
bergurau)
Wiwit :insyaallah, kalo allha menghendaki
aku pasti ada saat pengumuman itu.
Aryani :kamu harus janjiyah wit..
Dila : ia Wit, kita kan punya banyak
rencana nanti setelah pengumuman pokoknya kita harus rayain (wajah yakin)
Wiwit : ia.. sahabat-sahabat ku yang bawel.
aku gak lupa kok semua rencana kita . (sambil berpelukan
Percakapan
keempat sahabat ini merupakan kali terakhirnya bagi mereka
Dan tak
akan bisa di lupakan , setelah berapa menit Aryani dan dua sahabatnya pergi
dari rumah Wiwit, saat itu juga Wiwitmenghembuskan nafas terakhirnya, mendengar
kejadian ini aryani dan dua sahabatnya tentu sangat bersedih dan penuh
penyesalan, tidak ada sedikit pun mereka mengira bahwa sahabatnya Wiwit pergi
begitu cepat, andai saja mereka tau pasti mereka tidak akan pernah meniggalkan
wiwit di saat-saat akhirnya. Walau bagaiman pun semua telah terjadi mereka
kehilangan satu sahabat tercinta. Semua rencana yang mereka rencanakan hilang
bersama kepergian Wiwit. Saat pengumuman kelulusan tiba pun tidak ada lagi
canda tawa yang ada hanya kesedihan, namun siapa sangka perpisahan dengan Wiwit
juga merupakan perpisahan antara aryani
dengan kedua sahabatnya Dila dan Ana.
Setelah berbulan-bulan semenjak
kematian wiwit Aryani dan kedua
sahabatnya tidak pernah terlihat bersama
lagi, hal ini membuat Aryani sadar bahwa selama ini Wiwit lah yang selalu
membuat mereka bersama, mengajak belajar bersama, dan bermain bersama. Namun
semenjak wiwit pergi tidak ada lagikebersamaan seperti dulu, Ana memutuskan
untuk melanjutkan sekolah diluar kota, sedang Dila akan melanjutkan ke sekolah
kejuruan. Hanya Aryani sendirilah yang melanjutkan ke sma yang dulu telah
mereka rencanakan bersama. Tiga tahun lamanya di sma Aryani tidak pernah lagi
bertemu dan berhubungan dengan Ana sedangkan Dila yang masih ia temui entah itu
dijalan atau di sebuah pusat perbelanjaan kini terasa begitu asing, di antara mereka seperti tidak ada
lagi rasa persahbatan, tiap kali Aryani bertemu hanya senyum dari bibir Dila
sajalah yang ia dapat tanpa sepatah kata pun. Kadang terbesih di hati Aryani
suatu pertanyaan yang menjanggal pikirannya “apakah Dila sudah tidak
mengingatku lag?, atau apakah Dila terlalu sibuk dengan banyak teman barunya
yang lebih baik sehingga untuk menegur sapa saja tidak sempat ia lakukan ?”
namun pertanyaan- pertanyaan itu hanya bisa ia simpan di sendiri , ya… memang
Aryani sangat kecewa dengan sikap Dila dan Ana
yang masih di anggap sebagai sahabat, selama berada di sma Aryani belum
bisa melupakan sahabat-sahabatnya yang ia sendiri pun ia tidak tau perasaan
mereka sekarang, apakah di hati mereka masih ada ingatan tentang cerita
persahabatan mereka atau kah sudah lama hilang bersama perginya wiwit.
Aryani tidak seperti Dila yang mudah
bergaul dan mendapatakan banyak teman bagi Aryani sangat sulit untuk dapat
beradaptasi dengan lingkungannya tanpa ketiga sahabatnya, ia merasa sangat
sulit mencari teman yang dapat mengerti
dan sesuai dengannya karena ia sudah terlalu biasa dengan Wiwit, Dila
dan Ana, atau seperti istilah sekarang Aryani gak bisa move on dari
teman-temannya. Ia selalu merindukan kenangan-kenangan bersama
sahabat-sahabatnya dan bahkan menangis ketika mengingatnya, ia juga sering
bertanya- Tanya”apakah persahabatan yang telah ia jalin dengan lama bersama
teman-temannya itu tak ada artinya?, apakah semua hal-hal yang telah ia lakukan
bersama itu tak ada artinya?, apakah persahabatan yang sangat mereka jaga dulu akhirnya berakhir dengan mudah seperti ini?,
ataukah apakah memang tidak pernah ada kata sahabat di antara mereka?,
bagaimana mungkin dengan persahabatan yang telah lama ini di lupakan saja?” ya…
pertanyaan-pertanyaan itu hanyalah dapat membuatnya semakin sedih dan galau.
Aryani pernah mencoba untuk lebih
terbuka kepada teman smanya sekarang, ia
coba meyakinkan dirinya bahwa masih banyak teman lain yang dapat mengertinya
dan menjadi sahabat yang dapat di percaya, dan yang harus ia lakukan hanyalah
membiasakan diri dengan lingkungan dan
ternyata semua yang dilakukan itu sedikit banyak telah membantunya untuk tidak
selalu melihat kebelakang. Perlahan-lahan keceriaannya pun mulai kembali, tapi
itu tidak berarti bahwa ia melupakan semua kenangan bersama Wiwit,Dila, dan
Ana. Baginya mereka tetap menjadi sahabat terbaik dan akan selalu begitu.
Setiap detik yang ia lalui bersama mereka akan selalu menjadi kenangan yang
selalu terkenang .
Hingga saat ini Aryani telah
melanjutkan sekolahnya ke sebuah perguruan tinggi dan mengambil jurusan kedokteran, Aryani
telah mengerti bahwa itulah hidup ada hitam dan putih,ada suka dan duka, ada
pertemuan pastilah ada perpisahan. Semua
hal itu dapat di terima atau tidak itu tergantung bagaimana cara seseorangmelihatnya, yang
pasti Aryani kini telah mengerti bagaimana ia harus menjalani hari-hari nya,
yaitu mengikuti arus waktu yang selalu bergerak maju, biarlah cerita indah
persahabatan tetap menjadi kenangan yang terkenang, karena masa depan yang jauh
masih menunggu untuk di tuliskan cerita-cerita indah lainnya.