BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bioteknologi
diartikan sebagai penerapan prinsip ilmu dan rekayasa dalam pemanfaatan makhluk
hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari
makhluk hidup (enzim,alkohol) dalam proses produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan
kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi
tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan
gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut.
Genetika
adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat keturunan (hereditas) serta segala
sluk beluknya selama ilmiah. Genetika disebut juga ilmu keturunan, ilmu ini
mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pearisan sifat, bagaimana sifat
keturunan ilmu itu diturunkan dari generasi kegenerasi serta variasi-variasi
yang mungkin timbul didalamnya atau yang menyertainya. Pewarisan sifat tersebut
dapat terjadi melalui proses seksual. Genetika berusaha membawakan material
pembawa informasi untuk diwariskan (bahan genetik), bagaimana informasi
tersebut di ekspresikan ekspresi genetic dan bagaimana informasi tersebut
dipindahkan dari individu satu ke individu lain. PCR adalah suatu metode in
vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan
dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan
mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan
amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas
penggunaannya.
1.2
Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini
ialah :
1. Apa pengertian dari PCR ?
2. Apa komponen-komponen dari PCR ?
3. Bagaimana proses PCR ?
4. Bagaimana aplikasi dari PCR ?
5. Bagamana prinsip kerja PCR?
1.3
Tujuan
Adapun
tujuan masalah pada makalah ini ialah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari PCR
2. Untuk menjelaskan komponen-komponen
dari PCR
3. Untuk menjelaskan proses PCR
4. Untuk mengetahui aplikasi dari PCR
5. Untuk mengetahui prinsip dari PCR
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian PCR
Reaksi
Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain
Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk
melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in vitro. Metode ini
dikembangkan pertama kali oleh Kary B. Mulis pada tahun 1985. Metode ini
sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis
genetic. Pada awal perkembanganya metode ini hanya digunakan untuk melipatgandakan
molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan
pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitas molekul mRNA.
Dengan
menggunakan metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan
jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa
nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada
setiap siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci
utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada
urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target. Metode PCR
dapat dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah yang sangat sedikit,
misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5µg, oligonukliotida yang digunakan
hanya sekitar 1 mM dan reaksi ini biasa dilakukan dalam volume 50-100 µl. DNA
cetakan yang digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga
metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu sekuens DNA dalam genom
bakteri.
PCR adalah
reaksi polimerase berantai, yaitu reaksi yang melibatkan enzim polimerase yang
dilakukan secara berulang-ulang. Yang diulang-ulang adalah proses pemisahan
untai ganda DNA menjadi untai tunggal, hibridisasi primer untuk mengawali
replikasi DNA dilanjutkan dengan proses penambahan basa pada cetakan DNA oleh
enzim polimerase, untuk melakukan kegiatan ini dibutuhkan tabung PCR yang
bersifat reponsif dengan perubahan suhu dan mesin thermal cycler, suatu mesin
yang mampu menaikkan dan menurunkan suhu dengan cepat, dan bahan-bahan untuk
membuat reaksi PCR.
Konsep
asli teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen DNA yang akan
dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses pelipatgandaan
tersebut dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut penting untuk
menyediakan primer, yaitu suatu sekuens oligonukleotida pendek yang berfungsi
mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polimerasi.
2.2
Komponen – Komponen PCR
Ada
beberapa macam komponen utama dalam proses PCR, yaitu antara lain:
1. DNA
cetakan
DNA
cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. Fungsi DNA templat
di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru
yang sama. Templat DNA ini dapat berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun
fragmen DNA apapun asal di dalam DNA templat tersebut mengandung fragmen DNA
target yang dituju.
Reaksi
pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan denaturasi DNA
template (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda (double stranded)
akan terpisah menjadi rantai tunggal (single stranded). Denatirasi DNA
dilakukan dengan menggunakan panas selama 1 – 2 menit, kemudian suhu
diturunkan menjadi sekitar sehingga oligonukleotida primer akan “menempel” (annealing) pada
cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal. oligonukleotida Primer akan
membentuk jembatan hydrogen dengan cetakan pada daerah sekuen yang komplementer
dengan dengan sekuen primer. Suhu yang digunakan untuk penempelan
primer pada dasarnya merupakan kompromi. Amplifikasi akan lebih efisien jika
dilakukan pada suhu yang lebih rendah.
2. Oligonukleotida
primer
Oligonukleotida
primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15 – 25 basa nukleotida)
yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Primer yang digunakan dalam
PCR ada dua yaitu oligonukleotida yang mempunyai sekuen yang identik dengan
salah satu rantai DNA cetakan pada ujung 5’-fosfat, dan oligonukleotida yang
kedua identik dengan sekuen pada ujung 3’OH rantai DNA cetakan yang lain.
Proses annealing biasanya dilakukan selama 1 – 2 menit. Setelah dilakukan
annealing oligonukleotida primer dengan DNA cetakan, suhu inkubasi dinaikkan
menjadi selama 1,5 menit. Pada suhu ini DNA polymerase akan
melakukan proses polimerasi rantai DNA yang baru berdasarkan informasi yang ada
pada DNA cetakan. Setelah terjadi polimerasi, rantai DNA yang baru akan
membentuk jembatan hydrogen dengan DNA cetakan. DNA rantai ganda yang terbentuk
dengan adanya ikatan hydrogen antara rantai DNA cetakan dengan rantai DNA yang
baru hasil polimerasi selanjutnya akan didenaturasi lagi dengan menaikkan suhu
ingkubasi menjadi . Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya akan
berfungsi sebagai cetakan bagi reaksi polimerasi berikutnya.
Reaksi-reaksi
seperti yang sudah dijelaskan tersebut diulangi lagi sapai 25 – 30 kali
(siklus) sehingga pada akhir siklus akan didapatkan molekul-molekul DNA rantai
ganda yang baru hasil polimerasi dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus amplifikasi
tergantung pada kosentrasi DNA target di dalam campuran reaksi. Paling tidak,
diperlukan 25 siklus untuk melipatgandakan satu kopin sekuen DNA target di
dalam genom mamalia agar hasilnya dapat dilihat secara langsung, misalnya
dengan elektroforosis gel agarose. Akan tetapi, pada umumnya kosentrasi DNA
polimerasi Taq menjadi terbatas setelah 25 – 30 siklus amplikasi.
3. Deoksiribonukleotida
trifosfat (dNTP)
Shanghai
ShineGene Molecular Biotech,Inc. (2009) menyatakan bahwa campuran dNTP adalah
larutan air pada pH 7,0 yang mengandung dATP, dCTP, dGTP dan dTTP,
masing-masing pada konsentrasi akhir baik 10mm atau 25mm. dNTP yang siap
digunakan merupakan solusi yang dirancang untuk menghemat waktu dan untuk
menyediakan reproduktifitas yang lebih tinggi dalam aplikasi PCR dan
lainnya.
4. DNA
Polimerase
Pada awal
perkembangannya, DNA polymerase yang digunakan dalam PCR adalah fragmen Klenow
DNA polymerase I yang berasal dari Escherichia coli (Mullis dan Fallona, 1989).
Fragmen Klenow adalah DNA polymerase yang telah dihilangkan aktivitas
eksonuklease (5’ → 3’)-nya. Beberapa kelemahan fragmen Klenow antara lain
adalah bahwa enzim ini tidak tahan panas, laju polemerase untuk menggabungkan
nukleotida dengan suatu primer secara terus-menerus tanpa terdisosiasi dari
komplek primer-DNA cetakan. Hampir semua DNA polymerase mempunyai prosesivitas
yang rendah sehingga akan terdisosiasi dari komplek primer-DNA cetakan setelah
menggabungkan kurang dari 10 nukleotida. Salah satu perkecualian adalah T7 DNA
polymerase yang mampu menggabungkan ribuan nukleotida tanpa terdisosiasi dari
komplek primer-DNA cetakan.
a. Taq DNA Polimerase
Taq DNA
polymerase yang berasal dari bakteri Thermus aquaticus BM, yaitu suatu strain
yang tidak mempunyai endonuklease retriksi TaqI. Taq DNA polymerase tersusun
atas satu rantai polipeptida dengan berat molekul kurang lebih 95 kD. Enzim ini
mempunyai kemampuan polimerasi DNA yang sangat tinggi, tetapi tidak mempunyai
aktivitas eksonuklease 3’ → 5’. Enzim ini paling aktif pada pH9 (pada suhu 200
C) dan suhu aktivitas optimumnya sekitar 750C – 800C. Kelebihan enzim Taq DNA
polimerase adalah bahwa enzim ini tahan terhadap suhu tinggi yang diperlukan
untuk memisahkan rantai DNA cetakan. Dengan kelebihan semacam ini maka tidak
diperlukan penambahan enzim pada tiap-tiap siklus PCR seperti yang harus
dilakukan kalau enzim yang dig unakan adalah fragmen Klenow DNA polymerase I
(Gelfand dan White, 1990). Kelebihan lain enzim Taq DNA polymerase adalah laju
polimerasinya yang sangat tinggi serta prosesivitasnya yang juga lebih tinggi
disbanding dengan fragmen Klenow.
Taq DNA
polymerase mempunyai suhu optimum yang tinggi untuk sintesis DNA yaitu 75 – 80
ͦC. aktivitas spesifik enzim ini dalam menggabungkan nukleotida mencapai 150
nukleotida per detik per molekul enzim. Waktu paruh (half-time) Taq DNA
polymerase pada suhu 95 ͦC adalah 40 menit (Gelfand dan White, 1990). Deterjen
non-ionik Tween 20 (0,5 -1 %) dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi Taq
DNA polymerase. Senyawa tambahan lain yang juga dapat meningkatkan efisiensi
polimerasi Taq DNA polymerase adalah DMSO, gelatin, gliserol, dan ammonium
sulfat. Salah satu kelemahan enzim Taq DNA polymerase adalah bahwa enzim
tersebut mempunyai potensi untuk melakukan kesalahan dalam menggabungkan
nukleotida sehingga ada kemungkinan terjadi mutasi pada fragmen gen hasil
amplifikasi. Meskipun demikian dengan kondisi yang tepat, kesalahan
penggabungan nukleotida semacam itu tidak terjadi seperti misalnya hasil
amplifikasi fragmen gen HIV-1 (5400 nukleotida) dengan siklus amplifikasi 30
kali. Demikian juga halnya dengan hasil amplifikasi gen ß-globin (14990
nukleotida). Dengan demikian , rata-rata frekuensi kesalahan penggabungan
nukleotida sekitar 5 X kesalahan per nukleotida yang digabungkan
per siklus, dengan menggunakan 25 siklus.
b. Tth DNA polimerse
Enzim DNA
polimerse lain yang juga dapat digunakan untuk melakukan PCR adalah Tth DNA
polimerse. Enzim ini diisolasi dari eubakteri thermofilik Thermus thermophilus
HB8. Tth DNA polimerse mempunyai prosesivitas yang tinggi dan tidak mempunyai
aktivitas eksonuklease 3’ → 5’. Enzim ini menunjukkan aktivitas tertinggi pada
pH 9 (pada suhu 25) dan suhu sekitar . Selain aktivitas polymerase, enzim
ini juga mempunyai aktiviatas transcriptase balik (reverse transcriptase)
intrinsik yang sangat efisien dengan adanya ion mangan. Aktivitas trankriptase
balik tersebut jauh lebih tinggi disbanding dengan aktivitas serupa yang
dimiliki oleh DNA polymerase I yang ada pada Escherichia coli maupun pada
Taq DNA polymerase. Tth DNA polimerse juga dapat menggunakan substrad
yang dimodifikasi sehingga juga dapat digunakan untuk melabel fragmen DNA
dengan radionukleotida, digoxigenin maupun biotin.
Oleh
karena enzim Tth DNA polimerse mempunyai aktivitas transkiptase balik yang
tinggi pada suhu tinggi maka enzim ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah
yang timbul akibat adanya struktur skunder pada molekul RNA. Dengan demikian,
enzim ini dapat digunakan untuk melakukan RT-PCR (reverse Transkriptase PCR).
Molekul cDNA yang diperoleh dari hasil reaksi transkripsi balik dapat sekaligus
diamplifikasi dengan menggunakan Tth DNA polimerse dengan adanya ion .
Enzim ini dapat dilakukan untuk melakukan RT-PCR molekul RNA sampai ukuran 1000
pasangan basa.
c. Pwo DNA polymerase
Enzim Pwo
DNA polymerase diisolasi dari archaebacterihiperthermofilik Pyrococcus woesei.
Enzim Pwo DNA polymerase mempunyai berat molekul sekitar 90 kD. Enzim ini
mempunyai prosesivitas polimerasi 5’ 3’ yang tinggi, mempunyai
aktivitas eksonuklease , dan tidak menunjukkan aktivitas eksonuklease
. Pwo DNA polymerase mempunyai stabilitas thermal yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Taq DNA polymerase. Waktu paruh enzim ini lebih dari 2 jam
pada suhu , sedangkan Taq DNA polymerase hanya mempunyai waktu paruh 5 menit
pada suhu ini. Aktivitas eksonuklease 3’ 5’ (aktivitas
proof-reading dalam proses sintesis DNA) yang dimiliki oleh Pwo DNA polymerase
meningkatkan ketepatan (fidelity) proses sintesis DNA sepuluh kali lebih tinggi
dibandingkan dengan ketepatan yang dimiliki oleh Taq DNA polymerase. Jika Taq
DNA polimerse digunakan untuk mengamplikasi sekuen DNA sepanjang 200 bp
sebanyak satu juta kali maka kurang lebih 56% produk amplifikasinya akan
mangandung satu atau lebih kesalahan. Sebalikya, jika enzim Pwo DNA polymerase
yang digunakan untuk amplifikasi maka hanya 10% produk amplifikasinya yang
mengandung kesalahan. Ketepatan proses polimerasi DNA secara in vitro merupakan
salah satu parameter paling penting dalam PCR. Hal ini terutama sangat penting
jika DNA atau RNA cetakan yang digunakan hanya berjumlah sangat sedikit.
Hasil
amplifikasi menggunakan Pwo DNA polymerase adalah molekul DNA dengan ujung
pepat/tumpul (blunt-ended) sehingga dapat digunakan dalam proses ligasi
ujung tumpul secara langsung tanpa harus dilakukan modifikasi terhadap
ujung-ujung molekul DNA. Oleh karena sifat ketepatanya yang tinggi maka enzim
ini sangat berguna untuk aplikasi:
·
Cloning produk PCR
·
Studi polimorfisme alel dalam transkrip RNA individual
·
Karakterisasi mutasi
yang jarang di dalam suatu jaringan
·
Karakterisasi status
alel suatu sel tunggal atau DNA molekul tunggal
·
Karakterisasi
populasi sel dalam suatu kultur
d. Pfu dan Tli DNA polymerase
DNA
polymerase lain yang dapat digunakan untuk PCR adalah Pfu DNA polymerase dan
Tli DNA polymerase. Pfu DNA polymerase diisolasi dari Pyrococcus
furiosis, mempunyai berat molekul 92 kD, aktif pada suhu dan
mempunyai aktivitas eksonuklease . Enzim ini diketahui mempunyai laju
kesalahan yang paling kecil disbanding dengan enzim DNA polymerase yang lain.
Produk amplifikasi dengan menggunakan enzim ini adalah molekul DNA dengan ujung
tumpul. Tli DNA polymerase diisolasi dari jasad Thermococcus litoralis,
sangat stabil terhadap panas, aktivitas optimum pada suhu dan dapat
berfungsi meskipun diinkubasi pada suhu . Berat molekul enzim ini dalah
90 kD. Enzim juga mempunyai aktivitas eksonuklease .
e. PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer
standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH8.3) dan 1.5mM MgCl2.
Buffer standard ini akan bekerja dengan baik untuk DNA template dan primer
dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum dengan kombinasi yang
lain. Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam bentuk tanpa atau
dengan MgCl2. Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan
faktor yang sangat kritikal, karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses
annealing primer, temperatur dissosiasi untai DNA template, dan produk PCR. Hal
ini disebabkan konsentrasi optimal ion Mg2+ itu sangat rendah. Hal ini penting
untuk preparasi DNA template yang tidak mengandung konsentrasi chelating agent
yang tinggi, seperti EDTA atau phosphat. Ion Mg2+ yang bebas
bila terlalu rendah atau tidak ada, maka biasanya tidak menghasilkan produk
akhir PCR, sedang bila terlalu banyak ion Mg2+yang bebas akan
menghasilkan produk PCR yang tidak diinginkan.
2.3
Tahapan Proses PCR
PCR
merupakan tehnik amplifikasi DNA selektif in vitro yang meniru
fenommena replikasi DNA in vivo. Komponen reaksi yang diperlukan
dalam teknik ini adalah untai tunggal DNA sebagai cetakan, primer (sekuens
oligonukleotida yang mengkomplementeri akhiran sekuens cetakan DNA yang
sudah ditentukan), dNTPs (deoxynucleotide triphosphates), dan enzim TAQ
polimerase yaitu enzim dari bakteri Termovilus aquatikus.
Sejak
ditemukannya struktur DNA untai ganda, kita mulai memahami prinsip replikasi
DNA terutama kaitannya dengan mekanisme transfer materi genetik. Seperti yang
telah dijelaskan dalam materi Asam Nukleat dalam struktur DNA untai ganda
tersebut, basa A dan T , juga C dan G , memiliki ikatan hidgrogen yang mudah
dirusak dan mudah dibentuk kembali. Untuk melakukan replikasi, mula-mula ikatan
hidrogen tersebut harus dirusak dahulu agar DNA untai ganda berubah menjadi
untai tunggal. Kemudian karena A selalu berpasangan dengan T, dan C selalu
berpasangan dengan G, maka jika kita memiliki satu untai DNA dengan sequens
ACTAG, misalnya, maka kita dapat mencetak untai komplementernya, yaitu TGATC,
begitu juga sebaliknya. Pada prinsipnya, reaksi PCR ( protokol PCR konvensional
) membutuhkan tiga tahap :
1. Denaturasi
Denaturasi merupakan proses memisahkan DNA menjadi utas
tunggal. Tahap denaturasi DNA biasanya dilakukan pada kisaran suhu 92 –
95 oC. Denaturasi awal dilakukan selama 1 – 3 menit diperlukan
untuk meyakinkan bahwa DNA telah terdenaturasi menjadi untai tunggal.
Denaturasi yang tidak berlangsung secara sempurna dapat menyebabkan utas DNA
terputus. Tahap denaturasi yang terlalu lama dapat mengakibatkan hilangnya
aktivitas enzim polimerase.
2. Annealing
Annealing merupakan proses penempelan primer. Tahap
annealing primer merupakan tahap terpenting dalam PCR, karena jika ada sedikit
saja kesalahan pada tahap ini maka akan mempengaruhi kemurnian dan hasil akhir
produk DNA yang diinginkan. Faktor yang mempengaruhi tahap ini antara lain suhu
annealing dan primer. Suhu annealing yang terlalu rendah dapat mengakibatkan
timbulnya pita elektroforesis yang tidak spesifik, sedangkan suhu yang tinggi
dapat meningkatkan kespesifikan amplifikasi. Kenaikan suhu setelah tahap
annealing hingga mencapai 70–74oC bertujuan untuk mengaktifkan enzim
TaqDNA polimerase. Proses pemanjangan primer (tahap extension) biasanya
dilakukan pada suhu 72oC, yaitu suhu optimal untuk TaqDNA
polimerase. Selain itu, pada masa peralihan suhu dari suhu annealing ke suhu
extension sampai 70 oC juga menyebabkan terputusnya ikatan-ikatan tidak
spesifik antara DNA cetakan dengan primer karena ikatan ini bersifat lemah.
Selain suhu, semakin lama waktu extension maka jumlah DNA yang tidak spesifik
semakin banyak.
3. Elongasi
Elongasi merupakan proses pemanjangan DNA. Dalam tahap
extension atau sintesis DNA, enzim polimerase bergabung bersama dengan
nukleotida dan pemanjangan primer lengkap untuk sintesis sebuah DNA utas ganda.
Reaksi ini akan berubah dari satu siklus ke siklus selanjutnya mengikuti
perubahan konsentrasi DNA.
Hasil
sintesa DNA dalam satu siklus dapat berperan sebagai cetakan (template) pada
siklus berikutnya sehingga jumlah DNA target menjadi berlipat dua pada setiap
akhir siklus. Dengan kata lain DNA target meningkat secara eksponensial,
sehingga setelah 30 siklus akan menjadi milyaran amplifikasi DNA target.
Ketiga
tahap siklus tersebut diulang sesuai dengan jumlah siklus amplifikasi. Pada
siklus pertama dua untai tunggal DNA cetakan akan disalin menjadi 2 DNA untai
ganda. Pada siklus kedua, 2 DNA cetakan untai ganda masing-masing akan
bertindak sebagai cetakan sehingga pada siklus kedua dihasilkan jumlah 4 DNA
untai ganda. Pada siklus berikutnya akan dihasilkan jumlah DNA secara
eksponensial, dimana pada siklus ketiga DNA akan disalin menjadi 8 kali, siklus
ke 10 menjadi 1.024 kali, siklus 30 menjadi 1.073.741.824 dan seterusnya. Pada
akhir siklus, DNA cetakan akan digandakan secara eksponensial sehingga
dihasilkan DNA dalam jumlah yang berlipat ganda hanya dalam waktu yang relatif
singkat sekitar 3-4 jam.
2.4 Aplikasi PCR
Aplikasi
PCR utama dibidang klinis adalah untuk diagnosis, dan kloning. Yang paling
sering dipakai di bidang klinis saat ini adalah untuk diagnosis, yaitu untuk
deteksi patogen infeksius dan identifikasi mutasi pada gen yang berkaitan dengan
faktor resiko penyakit.
Untuk
aplikasi PCR dibidang klinis tersebut, telah dikembangkan berbagai macam teknis
berbasis PCR, antara lain :
·
RFLP-PCR (restriction fragment lenght polymorphisms)
Pada prinsipnya, teknik ini
dimanfaatkan untuk deteksi polimorfisme. Secara umum teknik ini menggunakan
enzim restriksi untuk mengetahui adanya polimorfisme (RFLP), dan produk hasil
digesti tersebut diamplifikasi dengan PCR (RFLP-PCR).
Teknik PCR yang mirip dengan teknik
diatas AFLP-PCR (amplification fragment lenght polymorphisme) yang
digunakan untuk membedakan isolat atau spesies yang berbeda berdasarkan daerah
enzim restriksi (polimorfisme daerah restriksi)
·
VNTR-PCR (variable number of tandem repeat sequence),
dan STR-PCR (short tandem repeats). Teknik ini sering digunakan untuk
tujuan forensi. Dengan menggunakan primer yang tepat, variasi sekuens
pengulangan berurutan yang terdapat pada DNA sampel dapat diketahui.
·
Skreening / deteksi mutasi berbasis PCR
Dahulu, skreening/ deteksi mutasi
dapat dilakukan dengan PCR konvensional (misalnya dengan BESS-T-Scan (Base
Excision Sequence Scanning)) untuk mendeteksi mutasi T/A atau T / A,
atau Amplification refractory mutation system (ARMS) untuk
mendeteksi point mutation melalui priming oligonukleotida kompetitif.
·
PCR kuantitatif
Untuk keperluan diagnosis dan
penilaian kemajuan tetapi kadang membutuhkan pemeriksaan yang bersifat
kuantitatif.
·
PCR konvensional dapat digunakan untuk mendapatkan data
kuantitatif tersebut dengan menggunakan kompetitor (internal exogenous standard)
atau dengan housekeeping gene(internal endogenous standard).
Namun saat ini, penggunaan PCR konvensional untuk PCR kuantitatif telah
digantikan real-time PCR. PCR dirancang pada tahun 1985 dab telah
memberikan dampak besar pada penelitian biologis dan bioteknologi. PCR telah
digunakan untuk memperkuat DNA dari berbagai macam sumber misalnya fragmen DNA
kuno dari gajah purba (mammoth) berbulu yang telah membeku selama 40.000 tahun;
DNA dari sedikit darah;, jaringan, atau air mani yang ditemukan di tempat
kejadian perkara kriminal; DNA dari sel embrionik tunggal untuk diagnosis
kelainan genetik sebelum kelahiran dan DNA gen virus dari sel yang diinfeksi
oleh virus yang sulit terdeteksi seperti HIV.
Menurut
Darmo dan Ari (2000), teknik PCR dapat didayagunakan (kadang dengan modifikasi)
guna fasilitasi analisis gen. Selain itu telah dikembangkan banyak sekali
aplikasi praktis. Sebagai contoh teknik dan aplikasi PCR dapat disebutkan
sebagai berikut: kloning hasil PCR; sekuensing hasil PCR; kajian evolusi molekular;
deteksi mutasi ( penyakit genetik; determinasi seks pada sel prenatal; kajian
forensik (tersangka kriminal, tersangka ayah pada kasus paternal); dan masih
banyak lainnya. Pendapat lain mengenai manfaat dan aplikasi PCR juga
dikemukakan oleh Sunarto (1996) yang menyebutkan bahwa PCR dapat digunakan
sebagai alat diagnosis penyakit thalesemia. Menurut Sunarto sebelum cara PCR
ditemukan analisis DNA dilakukan dengan prosedur yang panjang dan rumit, yaitu
pertama-tama membentuk perpustakaan (library construction) melalui digesti
dengan endonuklease restriktif dan kloning, kemudian skrining, mapping,
subkloning dan terakhir sekuensing. Tetapi dengan adanya PCR dalam waktu 24 jam
sejak pencuplikan vili korialis (chorionic villous sampling) diagnosis prenatal
sudah dapat ditegakkan dan berdasarkan prinsip PCR telah dikembangkan cara
diagnostik molekular yang terbukti sangat akurat.
Saat ini PCR sudah digunakan secara
luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya:
a. Isolasi
Gen
DNA
makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia panjangnya sekitar
3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen. Sebagaimana fungsi utama
DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi
protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk
menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari sekian panjang DNA genome,
bagian yang menyandikan protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak
menyandikan protein atau disebut ‘junk DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya belum
diketahui dengan baik. Kembali ke pembahasan isolasi gen, para ahli seringkali
membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Contoh, sebelumnya mengekstrak
insulin langsung dari pankreas sapi atau babi, kemudian menjadikannya obat
diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek samping
karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan insulin
manusia. Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen
penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri
(dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin juga. Hasilnya
insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan
sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya
lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus ‘mengorbankan’ sapi atau
babi. Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama ‘probe’
yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe
ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen
tersebut.
b. DNA
Sequencing
Urutan
basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang umum
digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah
dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah
reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu
primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide
yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda,
maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.
c. Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat
kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit
dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi
dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari
bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi
bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari,
yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA
sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak
kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan
identitas orang yang dimaksud. Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan
pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang anak jika
sang orang tua merasa ragu.
d. Diagnosa
Penyakit
Penyakit
Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat ini,
bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini
memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik yang sering
digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan
hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA
yang merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh
virus atau makhluk lainnya.
Berdasarkan uraian diatas penemuan
dan manfaat teknik PCR ini berdampak sangat luas terhadap kemajuan sains dan
teknologi secara umum yaitu antara lain sebagai berikut:
1. Memperkuat gen spesifik sebelum
diklon.
2. Membuat fragmen gen DNA secara
berlimpah
3. Dapat mendeteksi DNA gen virus yang
sulit untuk dideteksi
4. Dapat mendeteksi/ mendiagnosis
DNA sel embrionik yang mengalami kelainan sebelum dilahirkan.
5. Bidang kedokteran forensik.
Contohnya mendeteksi penyakit yang dapat menginfeksi, variasi dan mutasi
dari gen.
6. Mengetahui hubungan kekerabatan
antar spesies atau untuk mengetahui dari mana spesies tersebut berasal.
7. Melacak asal usul seseorang dengan
membandingkan “finger print”
2.5 Prinsip
Kerja PCR
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk
amplifikasi (perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik
urutan DNA spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali
lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada
sequence yang tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat
untuk memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan
segmen unik yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga
oligonucleotides tertentu dapat diperoleh. Hal ini tidak perlu tahu apa-apa
tentang urutan intervening antara primer. Produk PCR diamplifikasi dari
template DNA menggunakan DNA polimerase stabil-panas dari Thermus aquaticus
(Taq DNA polimerase) dan menggunakan pengatur siklus termal otomatis
(Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih siklus denaturasi,
anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR, produk ini
dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung
divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium.
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan
(amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang
dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai
pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya
komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi
DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.
PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di
dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada
proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat)
yang mengandung DNA-target (yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul
DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang
primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, kedua primer akan mengenali dan
berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang terletak pada awal dan akhir
fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan menyediakan gugus
hidroksil bebas pada karbon 3’. Setelah kedua primer menempel pada DNA templat,
DNA polimerase mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan menambahkan
nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida templat. DNA polimerase
mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara OH pada karbon 3’ dengan
gugus 5’ fosfat dNTP yang ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP yang
dikatalisis oleh enzim DNA polimerase ini berlangsung dengan arah 5’→3’ dan
disebut reaksi polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP
yang komplemen dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.
Kegunaan :
Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk:
amplifikasi urutan nukleotida.
menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi.
bidang kedokteran forensik.
melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”.
Reagen Khusus:
5524UB Pasangan primer oligonukleotida sintetik mengapit urutan yang
akan diamplifikasi
Buffer PCR 5X (250 mM KCl, 50 mM Tris-HCl pH 8,3, 7,5 mM MgCl2)
Campuran dari empat dNTP (dGTP, dATP, dTTP, dCTP) masing-masing sebesar
2,5 mM (ultra murni DNTP set, Pharmacia # 27-2035-01). DNTP campuran dibuat
dengan volume 10 mM larutan dari masing-masing empat dNTP terpisah yang
digabung.
Taq DNA Polymerase (AmpliTaqTM, Perkin-Elmer/Cetus)
Minyak mineral ringan
Akrilamida (grade elektroforesis)
N, N’-Methylenebisacrylamide (grade elektroforesis, Ultra-Pure/BRL, #
5516UB)
Amonium persulfat (Ultra-Pure/BRL, # 5523UA)
TEMED (N, N, N’N ‘Tetramethylethylenediamine, Ultra-Murni / BRL, #)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Reaksi Polimerase Berantai atau
dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan
suatu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida
tertentu secara in vitro. PCR merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme.
2. Adapun komponen dari PCR yaitu DNA
cetakan, Oligonukleutida primer, DNA polymerase, Larutan Buffer, dan
Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP)
3. Prinsip dasar dari proses PCR yaitu
Tahap pertama Denaturasi. Tahap 2 penempelan. Tahap 3 elongasi. Ketiga tahap
siklus tersebut diulang sesuai dengan jumlah siklus amplifikasi. Pada siklus
pertama dua untai tunggal DNA cetakan akan disalin menjadi 2 DNA untai ganda.
Pada siklus kedua, 2 DNA cetakan untai ganda masing-masing akan bertindak
sebagai cetakan sehingga pada siklus kedua dihasilkan jumlah 4 DNA untai ganda.
Pada siklus berikutnya akan dihasilkan jumlah DNA secara eksponensial, dimana
pada siklus ketiga DNA akan disalin menjadi 8 kali, siklus ke 10 menjadi 1.024
kali, siklus 30 menjadi 1.073.741.824 dan seterusnya
4. Contoh aplikasi PCR antara lain
yaitu proses Isolasi Gen, DNA Sequencing, Forensik dan Diagnosa penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2011. “Makalah Genetika PCR”. (Online). http://apikdewefppundip 2011.wordpress.com/2012/06/29/makalah-genetika-pcr-polimerase-chain-reaction/.
Budi,
Siska. 2012. “PCR ( Polymerase
Chain Reaction )” (Online).http://siska-theanalyst.blogspot.com/2012/06/pcr-polymerase-chain-reaction.html.
Yudha.
2012. “Polymerase Chain Reaction (PCR)”. (Online). http://biologi-yudha.
blogspot .com /2012/ 06/ polymerase-chain-reaction-pcr.html.