HAKIKAT
MANUSIA MENURUT ISLAM
A.
Hakekat Manusia Menurut Pandangan Umum
Pembicaraan
manusia dapat ditinjau dalam berbagai perspektif, misalnya perspektif
filasafat, ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi, dan spiritualitas Islam
atau tasawuf, anatar lain : Disimpulkan bahwa manusia merupakan hewan yang
berpikir karena memiliki nalar intelektual. Dengan nalar intelektual itulah
manusia dapat berpikir, menganalisis, memperkirakan, meyimpulkan,
membandingkan, dan sebagainya. Nalar intelektual ini pula yang membuat manusia
dapat membedakan antara yang baik dan yang jelek, antara yang salah dan yang
benar. Wujud Manusia. menurut penganut aliran
Materialisme yaitu Julien de La Mettrie bahwa esensi
manusia semata-mata bersifat badani, esensi
manusia adalah tubuh atau fisiknya. Dalam perspektif ekonomi, manusia
adalah makhluk ekonomi, yang dalam kehidupannya tidak dapat lepas dari
persoalan-persoalan ekonomi. Manusia
adalah makhluk social yang sejak lahir hingga matinya tidak pernah lepas dari
manusia lainnya. Manusia adalah makhluk
antropologis yang mengalami perubahan dan evolusi. Ia senantiasa mengalami
perubahan dan perkembangan yang dinamis.
Manusia adalah makhluk yang memiliki jiwa. Jiwa merupakan hal yang
esensisal dari diri manusia dan kemanusiaannya. Dengan jiwa inilah, manusia
dapat berkehendak, berpikir, dan berkemauan.
B.
Hakekat Manusia Menurut Pandangan Islam
Penciptaan
manusia terdiri dari bentuk jasmani yang bersifat kongkrit, juga disertai
pemberian sebagian Ruh ciptaan Allah swt yang bersifat abstrak. Manusia perlu
mengenali hakekat dirinya, agar akal yang digunakannya untuk menguasai alam dan
jagad raya yang maha luas dikendalikan oleh iman, sehingga mampu mengenali
ke-Maha Pekasaan Allah dalam mencipta dan mengendalikan kehidupan ciptaanNya. Berikut adalah hakekat manusia
menurut pandangan Islam:
1. Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah
SWT.
Hakekat pertama
ini berlaku umum bagi seluruh jagat raya dan isinya yang bersifat baru, sebagai
ciptaan Allah SWT di luar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan meupakan alam
nyata yang konkrit, sedang alam akhirat merupakan ciptaan yang ghaib, kecuali
Allah SWT yang bersifat ghaib bukan ciptaan, yang ada karena adanya sendiri. Firman Allah SWT mengenai penciptaan
manusia dalam Q.S. Al-Hajj ayat 5 :
فانا خلقناكم من تراب ثم من نطفة ثم من علقة ثم من مضغة مخلقة وغير مخلقة
لنبين لكم
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air
mani menjadi segumpal darah, menjadi segumpal daging yang diberi bentuk dan
yang tidak berbentuk, untuk Kami perlihatkan kekuasaan Tuhanmu.”
Firman tersebut
menjelaskan pada manusia tentang asal muasal dirinya, bahwa hanya manusia
pertama Nabi Adam AS yang diciptakan langsung dari tanah, sedang istrinya
diciptakan dari satu bagian tubuh suaminya. Setelah itu semua manusia
berikutnya diciptakan melalui perantaraan seorang ibu dan dari seorang
ayah, yang dimulai dari setetes air mani yang dipertemukan dengan sel telur di
dalam rahim. Hakikat pertama ini berlaku pada umumnya manusia di seluruh
jagad raya sebagai ciptaan Allah diluar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan
merupakan alam nyata yang konkrit sedangkan alam akhirat merupakan ciptaan yang
ghaib kecuali Allah yang bersifat ghaib bukan ciptaan yang ada karena dirinya sendiri.
2. Kemandirian dan Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita)
Kemanunggalan tubuh dan jiwa yang diciptakan
Allah SWT , merupakan satu diri individu yang berbeda dengan yang lain. setiap
manusia dari individu memiliki jati diri masing - masing. Setiap individu
mengalami perkembangan dan berusah untuk mengenali jati dirinya sehingga
mereka menyadari bahwa jati diri mereka berbeda dengan yang lain. Firman
Allah dalam Q.S. Al-A’raf 189:
هو الذي خلقكم من نفس واحدة
“Dialah
yang menciptakanmu dari satu diri”
Firman
tersebut jelas menyatakan bahwa sebagai satu diri (individu) dalam
merealisasikan dirinya melalui kehidupan, ternyata diantaranya terdapat manusia
yang mampu mensyukurinya dan menjadi beriman.Di dalam sabda Rasulullah SAW
menjelaskan petunjuk tentang cara mewujudkan sosialitas yang diridhoiNya,
diantara hadist tersebut mengatakan: “Seorang dari kamu tidak beriman sebelum mencintai
kawannya seperti mencintai dirinya sendiri” (Diriwayatkan oleh Bukhari). “Senyummu
kepada kawan adalah sedekah” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Baihaqi)
Kebersamaan
(sosialitas) hanya akan terwujud jika dalam keterhubungan itu manusia mampu
saling menempatkan sebagai subyek, untuk memungkinkannya menjalin hubungan
manusiawi yang efektif, sebagai hubungan yang disukai dan diridhai Allah SWT.
3. Manusia Merupakan Makhluk yang Terbatas
Keterikatan
atau keterbatasan itu merupakan hakikat manusia yang melekat dan dibawa sejak
manusia diciptakan Allah SWT. Keterbatasan itu berbentuk tuntutan memikul
tanggung jawab yang lebih berat daripada makhluk-makhluk lainnya. Tanggung
jawab yang paling asasi sudah dipikulkan ke pundak manusia pada saat berada
dalam proses penciptaan setiap anak cucu Adam berupa janji atau kesaksian akan
menjalani hidup di dalam fitrah beragama tauhid. Firman Allah Q.S. Al-A’raf
ayat 172 sebagai berikut:
واذ اخذ ربك من بني ادم من ظهورهم ذريتهم واشدهم
على انفسهم الست بربكم قالوا بلى شهدنا
“Dan ingat lah
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian jiwa mereka, “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab,
“Betul Engkau Tuhan kami dan kami bersaksi.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar