Nama : Apriani
Nim : PO713203151008
KEIMANAN DAN KETAQWAAN
Ø Pengertian
Iman
Kebanyakan orang menyatakan bahwa
kata iman berasal dari kata kerja amina-yu’manu-amanan yang berarti
percaya.Oleh karena itu, iman yang berarti percaya menunjuk sikap batin yang
terletak dalam hati.Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan selainnya
seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariannya tidak
mencerminkan ketaatan dan kepatuhan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya,
masih disebut orang yang beriman.Hal itu disebabkan karena adanya keyakinan
mereka bahwa yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan
membaca dua kalimah syahadat telah menjadi Islam.
Dalam
surah al-Baqarah ayat 165 dikatakan bahwa orang yang beriman adalah orang
yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena
itu beriman kepada Allah berarti amat sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu
Al-Quran menurut Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang dikehendaki Allah,
menjadi kehendak orang yang beriman, sehingga dapat menimbulkan tekad untuk
mengorbankan segalanya dan kalau perlu mempertaruhkan nyawa.
Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah
Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan
lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Immaanu ‘aqdun bil qalbi
waigraarun billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan
kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat
juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Istilah iman dalam al-Qur’an selalu
dirangkaikan dengan kata lain yang memberikan corak dan warna tentang
sesuatu yang diimani, seperti dalam surat an-Nisa’:51 yang dikaitkan dengan jibti
(kebatinan/idealisme) dan thaghut (realita/naturalisme). Sedangkan dalam
surat al-Ankabut: 52 dikaitkan dengan kata bathil, yaitu walladziina
aamanuu bil baathili. Bhatil berarti tidak benar menurut Allah.
Dalam surat lain iman dirangkaikan dengan kata kaafir atau dengan kata
Allah. Sementara dalam al-Baqarah: 4, iman dirangkaikan dengan kata ajaran yang
diturunkan Allah (yu’minuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila min qablika).
Kata iman yang tidak dirangkaikan
dengan kata lain dalam al-Qur’an, mengandung arti positif. Dengan demikian,
kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman haq. Sedangkan yang
dikaitkan dengan selainnya, disebut iman bathil.
Ø Wujud
Iman
Akidah Islam dalam al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya
berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk
berbuat. Oleh karena itu lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala
sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh.
Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap
sesuatu, melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan
sesuatu sesuai dengan keyakinan.Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau
diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan
dalam perbuatannya.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama
Islam.Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan
atau amal. Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada
akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya
akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal saleh. Apabila tidak
beraqidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa, kendatipun
perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia
terikat dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu
menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang
diatur dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran Islam.
Ø Proses
Terbentuknya Iman
Spermatozoa dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas
dasar ketentuan yang digariskan ajaran Allah, merupakan benih yang baik.Allah
menginginkan agar makanan yang dimakan berasal dari rezeki yang halalanthayyiban.Pandangan
dan sikap hidup seorang ibu yang sedang hamil mempengaruhi psikis yang
dikandungnya.Ibu yang mengandung tidak lepas dari pengaruh suami, maka secara
tidak langsung pandangan dan sikap hidup suami juga berpengaruh secara
psikologis terhadap bayi yang sedang dikandung.Oleh karena jika seseorang
menginginkan anaknya kelak menjadi mukmin yang muttaqin, maka isteri
hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan
pemupukan yang berkesinambungan.Benih yang unggul apabila tidak disertai
pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah.Demikian pula
halnya dengan benih iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan
iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari lingkungan keluarga,
masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati seperti
cuaca, tanah, air, dan lingkungan flora serta fauna.
Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak
langsung, baik yang disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap
iman seseorang.Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan
contoh dan teladan bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk
akan ditiru anak-anaknya. Jangan diharapkan anak berperilaku baik, apabila
orang tuanya selalu melakukan perbuatan yang tercela.Dalam hal ini Nabi SAW
bersabda, “Setiap anak, lahir membawa fitrah.Orang tuanya yang berperan
menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian.
Diawali dengan proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci.
Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah.Jika
seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin
beriman kepada Allah.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada
Allah, maka ajaran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan
kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampai tingkat pemahaman.Bagaimana
seorang anak menjadi mukmin, jika kepada mereka tidak diperkenalkan
al-Qur’an.Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu
diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah
menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang
diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah
dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku
yang mudah dilihat dan diukur.Tetapi tingkah laku tidak terdiri atas perbuatan
yang tampak saja.Di dalamnya tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak selalu
mudah ditanggapi kecuali secara fisik langsung (misalnya, melalui ucapan atau
perbuatan yang diduga dapat menggambarkan sikap mental tersebut), bahkan secara
tidak langsung itu adakalanya cukup sulit menarik kesimpulan yang teliti.Di
dalam tulisan ini dipergunakan istilah tingkah laku dalam arti luas dan
dikaitkan dengan nilai-nilai hidup, yakni seperangkat nilai yang diterima oleh
manusia sebagai nilai yang penting dalam kehidupan, yaitu iman.Yang dituju
adalah tingkah laku yang merupakan perwujudan nilai-nilai hidup tertentu, yang
disebut tingkah laku terpola.
Dalam keadaan tertentu, sifat, arah, dan intensitas tingkah
laku dapat dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam
bentuk intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan
beberap prinsip dengan mengemukakan implikasi metodologinya, yaitu:
1. Prinsip pembinaan berkesinambungan
Proses
pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus menerus, dan tidak
berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang semakin lama
semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya ialah diperlukan motivasi sejak
kecil dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses
motivasi agar membuat tingkah laku lebih terarah dan selektif menghadapi
nilai-nilai hidup yang patut diterima atau yang seharusnya ditolak.
2. Prinsip internalisasi dan individuasi
Suatu
nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah
laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayatinya melalui
suatu peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima nilai sebagai bagian
dari sikap mentalnya) dan individuasi (yakni menempatkan nilai serasi
dengan sifat kepribadiannya). Melalui pengalaman penghayatan pribadi, ia
bergerak menuju satu penjelmaan dan perwujudan nilai dalam diri manusia secara
lebih wajar dan “amaliah”, dibandingkan bilamana nilai itu langsung
diperkenalkan dalam bentuk “utuh”, yakni bilamana nilai tersebut langsung
ditanamkan kepada anak didik sebagai suatu produk akhir semata-mata. Prinsip
ini menekankan pentingnya mempelajari iman sebagai proses (internalisasi dan
individuasi). Implikasi metodologinya ialah bahwa pendekatan untuk membentuk
tingkah laku yang mewujudkan nilai-nilai iman tidak dapat hanya mengutamakan
nilai-nilai itu dalam bentuk jadi, tetapi juga harus mementingkan proses dan
cara pengenalan nilai hidup tersebut.
3. Prinsip sosialisasi
Pada
umumnya nilai-nilai hidup bru benar-benar mempunyai arti apabila telah
memperoleh dimensi sosial.Oleh karena itu suatu bentuk tingkah laku terpola
baru teruji secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial.Implikasi
metodologinya ialah bahwa usaha pembentukan tingkah laku mewujudkan nilai iman
hendaknya tidak diukur keberhasilannya terbatas pada tingkat individual (yaitu
hanya dengan memperhatikan kemampuan seseorang dalam kedudukannya sebagai
individu), tetapi perlu mengutamakan penilaian dalam kaitan kehidupan interaksi
sosial (proses sosialisasi) orang tersebut. Pada tingkat akhir harus terjadi
proses sosialisasi tingkah laku, sebagai kelengkapan proses individuasi, karena
nilai iman yang diwujudkan ke dalam tingkah laku selalu mempunyai dimensi
sosial.
4. Prinsip konsistensi dan koherensi
Nilai
iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani secara
konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren, yaitu tanpa
mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya.Implikasi
metodologinya adalah bahwa usaha yang dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya
tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan
koheren.Alasannya, caranya dan konsekuensinya dapat dihayati dalam sifat dan
bentuk yang jelas dan terpola serta tidak berubah-ubah tanpa arah. Pendekatan
demikian berarti bahwa setiap langkah yang terdahulu akan mendukung serta
memperkuat langkah-langkah berikutnya.
5. Prinsip integrasi
Hakikat
kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang pada
problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh.Jarang
sekali fenomena kehidupan yang berdiri sendiri.Begitu pula dengan setiap bentuk
nilai hidup yang berdimensi sosial.Oleh karena itu tingkah laku yang
dihubungkan dengan nilai iman tidak dapat dibentuk terpisah-pisah.Makin
integral pendekatan seseorang terhadap kehidupan, makin fungsional pula
hubungan setiap bentuk tingkah laku yang berhubungan dengan nilai iman yang dipelajari.Implikasi
metodologinya ialah agar nilai iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak
sebagai ilmu dan keterampilan tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui
pendekatan yang integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.
Ø Tanda-tanda
Orang Beriman
Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda
orang yang beriman sebagai berikut:
- Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan memahami ayat yang tidak dia pahami.
- Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun:13).
- Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-Anfal: 3 dan al-Mu’minun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia segera shalat untuk membina kualitas imannya.
- Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun:4). Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin.
- Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-Mukminun: 3,5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasulullah.
- Memelihara amanah dan menepati janji (al-Mukminun: 6). Seorang mu’min tidak akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.
- Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal:74). Berjihad di jalan Allah adalah bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.
- Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti itu merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul.
Akidah
Islam sebagai keyakinan membentuk perilaku bahkan mempengaruhi kehidupan
seorang muslim. Abu A’la Maudadi menyebutkan tanda orang beriman sebagai
berikut:
- Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.
- Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri
- Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat
- Senantiasa jujur dan adil
- Tidak bersifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi
- Mempunyai pendirian teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.
- Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak takut kepada maut.
- Mempunyai sikap hidup damai dan ridha.
- Patuh, taat, dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi.
Ø Korelasi
Keimanan dan Ketakwaan
Keimanan
pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua, yaitu
tauhid teoritis dan tauhid praktis.Tauhid teoritis adalah tauhid
yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan Perbuatan Tuhan.Pembahasan
keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan,
pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan.Konsekuensi
logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah
satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.
Adapun
tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal ibadah
manusia.Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis.Kalimat Laa
ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian
tauhid praktis (tauhid ibadah).Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada
Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak
disembah hanyalah Allah semata dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan
tujuan segala gerak dan langkah.
Selama
ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengertian beriman kepada Allah,
Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan,
tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat
dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sempurna. Dalam pandangan Islam,
yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tercermin dalam
ibadah dan dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata
lain, harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid praktis
dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen.
Dalam
menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan
pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks.Dengan demikian
bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengertian yakin dan percaya kepada
Allah melalui pikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan
mengamalkan dengan perbuatan.Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman
dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat
asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan
meninggalkan segala larangan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar